Masjid dan Kamu (Part 1)
"Aaaaah hujan lagi! Cengeng banget langit!" makiku kesal.
Hari ini adalah hari pertama kuliahku. Tapi cuaca tak sebanding semangatku menyambut hari ini. Aku senang sekali hari ini, menjadi seorang mahasiswi disebuah perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal di Jakarta. Ditambah lagi aku masuk fakultas yang memang menjadi impianku selama ini, fakultas Sastra Indonesia.
"Aqillaaaaaaa, udah jam berapa ini?? Gak inget ini hari apa???" Teriak mama dari luar.
"Iya ma, aku udah bangun. Sebentar lagi aku mandi," jawab aku setengah sadar. Maklum, aku baru bangun dan sebagian kesadaranku belum kembali dari alam mimpi.
Mamaku selalu seperti itu, seperti orang tua pada umumnya yang selalu mengatur anaknya yang sebenarnya untuk kebaikannya juga. Aku anak mama satu-satunya. Jadi, wajar saja mama sangat menyayangiku dan selalu memanjakanku. Ia juga selalu memperlakukan aku seperti anak kecil yang baru berusia sepuluh tahun. Membosankan!
Setelah selesai mandi, aku segera merias diri dengan hijab yang biasa aku gunakan. Sejak aku dikamar mandi tadi, mama tidak henti-hentinya meneriakkan namaku agar lekas dan sarapan bersama papa dibawah, karena kamarku yang terletak dilantai dua. Aku pun segera turun ke bawah untuk sarapan.
"Qilla, lain kali bisa kan lebih cepat? Kasian papa kamu menunggu terlalu lama," kata mama kepadaku.
"Iya maa.." jawabku singkat.
" Kamu sudah siap kan untuk kuliah pertamamu hari ini?" Tanya papa.
" Kalau papa nanya tadi malam, aku jawab sudah lebih dari siap. Tapi kalau sekarang, aku gak siap dengan cuaca yang seperti ini, Pa," kataku lesu.
" Dasar kamu! Cuma hujan gitu aja jadi malas," ejek papa.
" Yah, papaa.. Wajar dong aku malas, hujannya aja gak semangat gitu," balas aku tak mau kalah.
" Terserah kamu saja. Sekarang kamu mau bareng papa atau nggak? Papa mau berangkat nih," kata papa kemudian.
" Bareng deh pa, naik motor juga hujan. Masa hari pertama aku ke kampus basah-basahan sih," kataku sambil meminum susu yang sudah disediakan mama.
Setelah berpamitan dengan mama, aku berangkat ke kampus diantar papa. Tidak sabar rasanya bertemu dengan teman-teman baru yang tentu saja akan berbeda dengan teman di SMA.
Sesampainya di kampus, aku segera berjalan menuju fakultas Sastra Indonesia, tempatku akan belajar disana. Diantara rintik air hujan, aku berjalan dengan payung diatas kepalaku. Fakultas yang aku tuju cukup jauh ternyata, sampai melewati masjid kampus yang cukup megah. Ketika aku melihat kearah masjid, entah apa yang ada dipikiranku saat melihat seorang laki-laki berbaju biru sedang berjalan masuk kedalam masjid dengan santunnya. Wajahnya sangat tenang dan terlihat ramah. Saat ia tersenyum dengan teman disebelahnya, senyumnya terlihat mengembang dan terlihat sangat manis.
"Masya Allah, makhluk dari mana dia? Sempurna sekali," batinku.
Beberapa saat aku diam sejenak ditempatku berdiri sambil melihat sosok yang ada dimasjid tersebut. Setelah tersadar dari khayalanku, aku melanjutkan perjalananku menuju fakultas ku. Saat ingin pulang, aku melewati masjid lagi dan berharap dapat bertemu dengan sosok yang membuat aku terdiam tadi. Sekedar ingin melihatnya lagi, atau mungkin mengetahui namanya jika diizinkan.
"Aqillaa! Hey!" tiba-tiba ada yg berteriak dari belakang memanggilku dan hampir membuatku kaget.
" Muti, ya ampun bikin kaget aja sih. Ada apa?" Ternyata Mutiara, teman baruku dan aku memanggilnya Muti.
"Engga kok, habisnya gue bingung aja liat lo bengong disini. Liatin apa sih, kok serius banget?" Tanya Muti.
"Ah, engga. Bukan siapa-siapa," jawabku gugup.
Ternyata Muti mengikuti pandanganku kearah masjid, dan ia melihat sosok yang tadi pagi membuatku kagum.
"Oh jadi daritadi lo disini liatin Kak Syafiq ya?" Tanya Muti kemudian.
"Kak Syafiq? Siapa?" Tanyaku bingung.
"Itu yang duduk dimasjid. Namanya Kak Syafiq. Lo suka?" Kata Muti.
"Eh, emm, enggak. Enggak. Apaan sih," Jawabku salting.
"Ah pura-pura. Keliatan dari mata lo. Ngaku aja sih, sama gue ini," kata Muti sambil menyenggol bahuku tanda meledek.
"Udah ah, apaan sih lo. Gue pulang duluan ya,Mut" kataku buru-buru.
"Eh tunggu dulu. Lo belum jawab pertanyaan gue. Lo suka kan sama Kak Syafiq? Mau gue kenalin gak?" kata Muti mencegahku pulang.
"Lo kenal dia, Mut?" Tanyaku kemudian.
"Nah kan ketahuan juga. Iya, dia itu temen kakak gue. Anak fakultas Sastra Jerman," kata Muti.
"Oh Sastra Jerman," gumamku tak jelas.
"Iya, dia cuma ngambil S1 disini. Katanya sih, mau lanjutin S2 di Jerman langsung! Keren kan?" Jelas Muti antusias.
"Hmm, gak nyangka." Kataku datar.
"Eh, kok bengong sih? Jadi mau gue kenalin gak?" Kata Muti.
"Hmmm, tapi gue malu." Kataku ragu.
"Kayak anak SD aja malu-malu segala. Udah yuk, ikut gue," Kata Muti sambil menarik tanganku mengikutinya kearah masjid.
"Eh mau kemana?" Tanyaku kaget.
"Ke masjid ketemu Kak Syafiq. Sekalian sholat zuhur, kali aja bisa jama'ah," kata Muti santai.
"Mut, aku sholat dirumah aja deh," kataku setengah berbisik.
"Jama'ah itu lebih utama. Udah yuk cepet," kata Muti sambil terus menarik tanganku menuju masjid.
Sebenarnya bukan sholat berjama'ahnya yang aku hindarkan. Tapi bertemu Kak Syafiq, aku belum siap. Aku masih mau mengaguminya dari kejauhan tanpa harus mengenalnya. Aku tidak mau ada yang kecewa antara aku atau Kak Syafiq, bahkan Muti.
Setelah didepan masjid, aku langsung ke tempat wudhu wanita untuk mengambil air wudhu dan langsung ikut sholat berjama'ah yang akan segera dimulai. Selesai sholat, Muti langsung mengajakku bertemu Kak Syafiq untuk mengenalkanku padanya. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?
"Kak Syafiq, tunggu dulu kak," panggil Muti.
"Eh kamu, Mut. Baru masuk kuliah hari ini ya? Ada apa?" kata Kak Syafiq ramah kepada Muti.
"Iya kak. Em, ini lho kak, temen aku ada yang mau kenalan sama kakak," jawab Muti santai sambil menarikku ke sebelahnya.
"Oh kirain ada apa," "Hai, temennya Mutiara ya? Saya Syafiq, temen kakaknya Mutiara," kata Kak Syafiq sambil menyodorkan tangannya kepadaku.
"Eh, emm. Iya kak. Aku Aqilla," jawabku gugup.
"Satu fakultas sama Mutiara?" Tanya Kak Syafiq.
"Iya kak, sama." Jawabku singkat.
"Jawabnya singkat-singkat banget. Malu ya? Santai aja kali kalau sama saya," kata Kak Syafiq ramah disusul dengan tawanya yang khas.
"Tau nih Aqilla. Maklum aja kak, dia grogi kali ngobrol sama kakak," sambung Muti sambil menertawakan aku.
"Apaan sih, Mut. Yaudah deh, aku pulang duluan ya, kak. Muti, gue pulang duluan ya, masih ada urusan," kataku kepada Kak Syafiq dan Muti sambil berpamitan.
"Yah, Qil, kok buru-buru sih? Kan baru sebentar ngobrolnya," kata Kak Syafiq.
"Iya nih, Qilla gak seru. Masa pulang duluan. Emang mau ngapain sih? Sambung Muti kemudian.
"Maaf ya, Kak Syafiq, Muti, aku harus pulang duluan. Soalnya, tadi pagi mama aku minta ditemenin ke supermarket. Lain kali aja ya ngobrolnya. Assalamu'alaikum," jawabku.
"Wa'alaikum salam.." Jawab Kak Syafiq dan Muti.
Kejadian tadi siang benar-benar membuatku tidak bisa tidur malam ini. Pertama kali melihat sosok Kak Syafiq tadi pagi dan membuatku kagum dengannya. Ditambah dengan cerita Muti tentang Kak Syafiq, juga obrolan singkatku tadi dengannya. Ah, kejadian tadi benar-benar telah memenuhi pikiranku. Ada apa ini? Ya Allah kenapa begini?
Hari ini aku semangat sekali pergi ke kampus. Aku tidak sabar untuk belajar atau sekedar melihat Kak Syafiq atau mungkin mengobrol lagi dengannya, seperti kemarin.
Saat aku melintasi masjid kampus dengan motorku, aku tidak melihat Kak Syafiq ada disana seperti kemarin. Hmm, mungkin dia sedang ada kelas. Sesampainya aku di fakultasku, aku langsung memarkirkan motorku dan langsung menuju kelas. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggilku dari belakang.
"Aqilla.."
"Iya? Kak Syafiq? Ada apa kak?" tanyaku pada seseorang yang memanggilku tadi yang ternyata adalah Kak Syafiq, orang yang memenuhi pikiranku semalaman.
"Engga kok. Eh, kamu bawa motor?" Tanya Kak Syafiq.
"Iya kak. Lho, kakak kok ada disini? Ada perlu ya kak?" Kataku bertanya.
"Hmm, gak ada sih, cuma mau ketemu kamu aja. Tadi aku ke kelas kamu, tapi kata Muti kamu belum datang," jawab Kak Syafiq.
"Ada perlu sama aku kak? Kenapa?" Tanyaku bingung.
"Oh enggak kok. Cuma mau ngobrol aja, kemarin kan cuma sebentar. Yaa itu juga kalau kamu mau," kata Kak Syafiq santai dan membuat jantungku berdetak tak karuan.
"Mau kok kak," kataku.
"Kalau gitu, kita ngobrol dimasjid aja ya nanti. Sekarang saya ada kelas. Nanti saya tunggu kamu ya dimasjid," kata Kak Syafiq dan kemudian pamit kepadaku untuk kembali ke fakultasnya.
Selesai kuliah, aku langsung menuju mengendarai motorku menuju masjid. Dari jauh sudah terlihat Kak Syafiq duduk didepan masjid. Aku tidak sabar bertemu dengannya tapi aku juga gugup untuk mengobrol dengannya. Ya Allah perasaan macam apa ini? Apa ini cinta? Apakah ini yang disebut dengan cinta pada pandangan pertama?
"Hai Aqilla, baru selesai yah kuliahnya?" Tanya Kak Syafiq menyambutku.
"Iya nih kak. Ohya, ngomong-ngomong kakak ada apa sih kok mau ngobrol sama aku?" Tanyaku sambil menghampiri Kak Syafiq dan duduk disebelahnya.
"Mau kenal lebih deket aja sama kamu. Kamu keberatan ya?" Kata Kak Syafiq.
"Engga kok kak," jawabku singkat.
"Hmm, Muti udah cerita tentang kamu dan jujur kakak juga ngerasain hal yang sama kayak yang kamu rasain waktu pertama kali Muti ngenalin kamu ke kakak," Kata Kak Syafiq serius.
Deg! Jantungku makin tak karuan detaknya, mendengar perkataan Kak Syafiq tadi membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan sangat cepat. Semalam, aku memang cerita ke Muti tentang perasaanku sama Kak Syafiq waktu pertama melihat dia kemarin. Tapi, aku tidak tahu kalau Muti akan cerita ke Kak Syafiq soal itu. Bahkan, waktu dikelas tadi Muti sama sekali tidak cerita apa-apa soal itu. Ya Allah harus jawab apa aku?
"Qilla? Kamu dengerin kakak, kan?" Tanya Kak Syafiq menyadarkanku dari lamunanku tadi.
"Oh, denger kak. Tapi, maksud kakak apa ya? Aku jadi bingung," tanyaku ragu.
"Emang Muti gak cerita sama kamu?" Tanya Kak Syafiq yang semakin membuatku bingung.
"Cerita? Enggak tuh," jawabku.
"Tadi Muti cerita kesan-kesan kamu waktu ngeliat kakak kemarin dimasjid. Dan, jujur aja, kakak juga ngerasain kok apa yang kamu rasain waktu pertama ngeliat kamu kemarin," Kata Kak Syafiq menjelaskan.
"Sekarang, langsung aja ya ke intinya. Kakak mau tanya sama kamu, kamu suka sama kakak?" Lanjut Kak Syafiq.
Ya Allah.. Pertanyaan Kak Syafiq kali ini hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Ada apa sebenarnya? Ya Allah apa yang harus aku jawab?
"Maaf kak sebelumnya, kenapa ya, kakak kok nanyanya gitu? Aku bener-bener gak ngerti maksud kakak," kataku polos.
"Bukan apa-apa, Qil. Kakak cuma gak mau kamu berharap lebih sama kakak dan akhirnya kamu kecewa sama kakak. Makanya kakak nanya gini ke kamu. Gak ada maksud apa-apa," kata Kak Syafiq .
"Kecewa? Kakak udah punya pacar? Maaf kak kalau kehadiran aku ganggu kakak. Tapi, aku cuma ikutin hati kecil aku aja," kataku.
"Bukan, kakak belum punya pacar kok. Kamu udah tau kan dari Muti kalau kakak mau lanjutin S2 di Jerman? Nah, itu tinggal tiga bulan lagi. Kakak gak mau kalau misalnya nanti kita semakin deket dan kamu berharap lebih sama kakak, kamu bakal kehilangan kakak waktu kakak ke Jerman nanti. Dan kamu kira kakak cuma ngasih harapan palsu aja ke kamu. Kakak gak mau, Qil," jelas Kak Syafiq.
"Kak, aku ngerti maksud kakak. Mungkin perasaan aku yang salah ke kakak. Aku baru kenal sama kakak, tapi aku udah buat kakak mungkin kecewa sama aku. Maafin aku ya," kataku.
"Aqilla, jangan pernah salahin perasaan. Perasaan datang dari hati yang tulus. Kamu gak salah, buat apa minta maaf? Justru kakak yang minta maaf sama kamu," kata Kak Syafiq lembut.
"Yaudah kak, kita sama-sama ngerti aja ya," kataku.
"Iya Aqilla. Tapi, kamu jangan khawatir, kita kan masih bisa temenan. Kamu kalau butuh apa-apa bilang aja sama kakak. Jangan malu-malu. Ohya, kamu cantik, manis, imut. Kakak suka," kata Kak Syafiq sambil tersenyum.
"Hehe, makasih kak," jawabku tersipu.
Setelah obrolan itu, aku dan Kak Syafiq sudah tidak canggung lagi berdekatan. Kita sudah sangat akrab. Aku menganggap Kak Syafiq seperti kakak kandungku sendiri, begitupun sebaliknya. Kini, Kak Syafiq sudah pindah ke Jerman sejak sebulan yang lalu. Meskipun begitu, aku masih bisa berkomunikasi dengannya lewat skype. Kak Syafiq bilang kepadaku, kalau nanti dia pulang ke Indonesia setelah lulus nanti dia akan langsung menemuiku. Terima kasih ya Allah telah mempertemukan aku dengan sosok seperti Kak Syafiq. Sosok yang beberapa bulan terakhir ini selalu jadi inspirasiku.
Hari ini adalah hari pertama kuliahku. Tapi cuaca tak sebanding semangatku menyambut hari ini. Aku senang sekali hari ini, menjadi seorang mahasiswi disebuah perguruan tinggi negeri yang cukup terkenal di Jakarta. Ditambah lagi aku masuk fakultas yang memang menjadi impianku selama ini, fakultas Sastra Indonesia.
"Aqillaaaaaaa, udah jam berapa ini?? Gak inget ini hari apa???" Teriak mama dari luar.
"Iya ma, aku udah bangun. Sebentar lagi aku mandi," jawab aku setengah sadar. Maklum, aku baru bangun dan sebagian kesadaranku belum kembali dari alam mimpi.
Mamaku selalu seperti itu, seperti orang tua pada umumnya yang selalu mengatur anaknya yang sebenarnya untuk kebaikannya juga. Aku anak mama satu-satunya. Jadi, wajar saja mama sangat menyayangiku dan selalu memanjakanku. Ia juga selalu memperlakukan aku seperti anak kecil yang baru berusia sepuluh tahun. Membosankan!
Setelah selesai mandi, aku segera merias diri dengan hijab yang biasa aku gunakan. Sejak aku dikamar mandi tadi, mama tidak henti-hentinya meneriakkan namaku agar lekas dan sarapan bersama papa dibawah, karena kamarku yang terletak dilantai dua. Aku pun segera turun ke bawah untuk sarapan.
"Qilla, lain kali bisa kan lebih cepat? Kasian papa kamu menunggu terlalu lama," kata mama kepadaku.
"Iya maa.." jawabku singkat.
" Kamu sudah siap kan untuk kuliah pertamamu hari ini?" Tanya papa.
" Kalau papa nanya tadi malam, aku jawab sudah lebih dari siap. Tapi kalau sekarang, aku gak siap dengan cuaca yang seperti ini, Pa," kataku lesu.
" Dasar kamu! Cuma hujan gitu aja jadi malas," ejek papa.
" Yah, papaa.. Wajar dong aku malas, hujannya aja gak semangat gitu," balas aku tak mau kalah.
" Terserah kamu saja. Sekarang kamu mau bareng papa atau nggak? Papa mau berangkat nih," kata papa kemudian.
" Bareng deh pa, naik motor juga hujan. Masa hari pertama aku ke kampus basah-basahan sih," kataku sambil meminum susu yang sudah disediakan mama.
Setelah berpamitan dengan mama, aku berangkat ke kampus diantar papa. Tidak sabar rasanya bertemu dengan teman-teman baru yang tentu saja akan berbeda dengan teman di SMA.
Sesampainya di kampus, aku segera berjalan menuju fakultas Sastra Indonesia, tempatku akan belajar disana. Diantara rintik air hujan, aku berjalan dengan payung diatas kepalaku. Fakultas yang aku tuju cukup jauh ternyata, sampai melewati masjid kampus yang cukup megah. Ketika aku melihat kearah masjid, entah apa yang ada dipikiranku saat melihat seorang laki-laki berbaju biru sedang berjalan masuk kedalam masjid dengan santunnya. Wajahnya sangat tenang dan terlihat ramah. Saat ia tersenyum dengan teman disebelahnya, senyumnya terlihat mengembang dan terlihat sangat manis.
"Masya Allah, makhluk dari mana dia? Sempurna sekali," batinku.
Beberapa saat aku diam sejenak ditempatku berdiri sambil melihat sosok yang ada dimasjid tersebut. Setelah tersadar dari khayalanku, aku melanjutkan perjalananku menuju fakultas ku. Saat ingin pulang, aku melewati masjid lagi dan berharap dapat bertemu dengan sosok yang membuat aku terdiam tadi. Sekedar ingin melihatnya lagi, atau mungkin mengetahui namanya jika diizinkan.
"Aqillaa! Hey!" tiba-tiba ada yg berteriak dari belakang memanggilku dan hampir membuatku kaget.
" Muti, ya ampun bikin kaget aja sih. Ada apa?" Ternyata Mutiara, teman baruku dan aku memanggilnya Muti.
"Engga kok, habisnya gue bingung aja liat lo bengong disini. Liatin apa sih, kok serius banget?" Tanya Muti.
"Ah, engga. Bukan siapa-siapa," jawabku gugup.
Ternyata Muti mengikuti pandanganku kearah masjid, dan ia melihat sosok yang tadi pagi membuatku kagum.
"Oh jadi daritadi lo disini liatin Kak Syafiq ya?" Tanya Muti kemudian.
"Kak Syafiq? Siapa?" Tanyaku bingung.
"Itu yang duduk dimasjid. Namanya Kak Syafiq. Lo suka?" Kata Muti.
"Eh, emm, enggak. Enggak. Apaan sih," Jawabku salting.
"Ah pura-pura. Keliatan dari mata lo. Ngaku aja sih, sama gue ini," kata Muti sambil menyenggol bahuku tanda meledek.
"Udah ah, apaan sih lo. Gue pulang duluan ya,Mut" kataku buru-buru.
"Eh tunggu dulu. Lo belum jawab pertanyaan gue. Lo suka kan sama Kak Syafiq? Mau gue kenalin gak?" kata Muti mencegahku pulang.
"Lo kenal dia, Mut?" Tanyaku kemudian.
"Nah kan ketahuan juga. Iya, dia itu temen kakak gue. Anak fakultas Sastra Jerman," kata Muti.
"Oh Sastra Jerman," gumamku tak jelas.
"Iya, dia cuma ngambil S1 disini. Katanya sih, mau lanjutin S2 di Jerman langsung! Keren kan?" Jelas Muti antusias.
"Hmm, gak nyangka." Kataku datar.
"Eh, kok bengong sih? Jadi mau gue kenalin gak?" Kata Muti.
"Hmmm, tapi gue malu." Kataku ragu.
"Kayak anak SD aja malu-malu segala. Udah yuk, ikut gue," Kata Muti sambil menarik tanganku mengikutinya kearah masjid.
"Eh mau kemana?" Tanyaku kaget.
"Ke masjid ketemu Kak Syafiq. Sekalian sholat zuhur, kali aja bisa jama'ah," kata Muti santai.
"Mut, aku sholat dirumah aja deh," kataku setengah berbisik.
"Jama'ah itu lebih utama. Udah yuk cepet," kata Muti sambil terus menarik tanganku menuju masjid.
Sebenarnya bukan sholat berjama'ahnya yang aku hindarkan. Tapi bertemu Kak Syafiq, aku belum siap. Aku masih mau mengaguminya dari kejauhan tanpa harus mengenalnya. Aku tidak mau ada yang kecewa antara aku atau Kak Syafiq, bahkan Muti.
Setelah didepan masjid, aku langsung ke tempat wudhu wanita untuk mengambil air wudhu dan langsung ikut sholat berjama'ah yang akan segera dimulai. Selesai sholat, Muti langsung mengajakku bertemu Kak Syafiq untuk mengenalkanku padanya. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?
"Kak Syafiq, tunggu dulu kak," panggil Muti.
"Eh kamu, Mut. Baru masuk kuliah hari ini ya? Ada apa?" kata Kak Syafiq ramah kepada Muti.
"Iya kak. Em, ini lho kak, temen aku ada yang mau kenalan sama kakak," jawab Muti santai sambil menarikku ke sebelahnya.
"Oh kirain ada apa," "Hai, temennya Mutiara ya? Saya Syafiq, temen kakaknya Mutiara," kata Kak Syafiq sambil menyodorkan tangannya kepadaku.
"Eh, emm. Iya kak. Aku Aqilla," jawabku gugup.
"Satu fakultas sama Mutiara?" Tanya Kak Syafiq.
"Iya kak, sama." Jawabku singkat.
"Jawabnya singkat-singkat banget. Malu ya? Santai aja kali kalau sama saya," kata Kak Syafiq ramah disusul dengan tawanya yang khas.
"Tau nih Aqilla. Maklum aja kak, dia grogi kali ngobrol sama kakak," sambung Muti sambil menertawakan aku.
"Apaan sih, Mut. Yaudah deh, aku pulang duluan ya, kak. Muti, gue pulang duluan ya, masih ada urusan," kataku kepada Kak Syafiq dan Muti sambil berpamitan.
"Yah, Qil, kok buru-buru sih? Kan baru sebentar ngobrolnya," kata Kak Syafiq.
"Iya nih, Qilla gak seru. Masa pulang duluan. Emang mau ngapain sih? Sambung Muti kemudian.
"Maaf ya, Kak Syafiq, Muti, aku harus pulang duluan. Soalnya, tadi pagi mama aku minta ditemenin ke supermarket. Lain kali aja ya ngobrolnya. Assalamu'alaikum," jawabku.
"Wa'alaikum salam.." Jawab Kak Syafiq dan Muti.
Kejadian tadi siang benar-benar membuatku tidak bisa tidur malam ini. Pertama kali melihat sosok Kak Syafiq tadi pagi dan membuatku kagum dengannya. Ditambah dengan cerita Muti tentang Kak Syafiq, juga obrolan singkatku tadi dengannya. Ah, kejadian tadi benar-benar telah memenuhi pikiranku. Ada apa ini? Ya Allah kenapa begini?
Hari ini aku semangat sekali pergi ke kampus. Aku tidak sabar untuk belajar atau sekedar melihat Kak Syafiq atau mungkin mengobrol lagi dengannya, seperti kemarin.
Saat aku melintasi masjid kampus dengan motorku, aku tidak melihat Kak Syafiq ada disana seperti kemarin. Hmm, mungkin dia sedang ada kelas. Sesampainya aku di fakultasku, aku langsung memarkirkan motorku dan langsung menuju kelas. Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggilku dari belakang.
"Aqilla.."
"Iya? Kak Syafiq? Ada apa kak?" tanyaku pada seseorang yang memanggilku tadi yang ternyata adalah Kak Syafiq, orang yang memenuhi pikiranku semalaman.
"Engga kok. Eh, kamu bawa motor?" Tanya Kak Syafiq.
"Iya kak. Lho, kakak kok ada disini? Ada perlu ya kak?" Kataku bertanya.
"Hmm, gak ada sih, cuma mau ketemu kamu aja. Tadi aku ke kelas kamu, tapi kata Muti kamu belum datang," jawab Kak Syafiq.
"Ada perlu sama aku kak? Kenapa?" Tanyaku bingung.
"Oh enggak kok. Cuma mau ngobrol aja, kemarin kan cuma sebentar. Yaa itu juga kalau kamu mau," kata Kak Syafiq santai dan membuat jantungku berdetak tak karuan.
"Mau kok kak," kataku.
"Kalau gitu, kita ngobrol dimasjid aja ya nanti. Sekarang saya ada kelas. Nanti saya tunggu kamu ya dimasjid," kata Kak Syafiq dan kemudian pamit kepadaku untuk kembali ke fakultasnya.
Selesai kuliah, aku langsung menuju mengendarai motorku menuju masjid. Dari jauh sudah terlihat Kak Syafiq duduk didepan masjid. Aku tidak sabar bertemu dengannya tapi aku juga gugup untuk mengobrol dengannya. Ya Allah perasaan macam apa ini? Apa ini cinta? Apakah ini yang disebut dengan cinta pada pandangan pertama?
"Hai Aqilla, baru selesai yah kuliahnya?" Tanya Kak Syafiq menyambutku.
"Iya nih kak. Ohya, ngomong-ngomong kakak ada apa sih kok mau ngobrol sama aku?" Tanyaku sambil menghampiri Kak Syafiq dan duduk disebelahnya.
"Mau kenal lebih deket aja sama kamu. Kamu keberatan ya?" Kata Kak Syafiq.
"Engga kok kak," jawabku singkat.
"Hmm, Muti udah cerita tentang kamu dan jujur kakak juga ngerasain hal yang sama kayak yang kamu rasain waktu pertama kali Muti ngenalin kamu ke kakak," Kata Kak Syafiq serius.
Deg! Jantungku makin tak karuan detaknya, mendengar perkataan Kak Syafiq tadi membuat jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan sangat cepat. Semalam, aku memang cerita ke Muti tentang perasaanku sama Kak Syafiq waktu pertama melihat dia kemarin. Tapi, aku tidak tahu kalau Muti akan cerita ke Kak Syafiq soal itu. Bahkan, waktu dikelas tadi Muti sama sekali tidak cerita apa-apa soal itu. Ya Allah harus jawab apa aku?
"Qilla? Kamu dengerin kakak, kan?" Tanya Kak Syafiq menyadarkanku dari lamunanku tadi.
"Oh, denger kak. Tapi, maksud kakak apa ya? Aku jadi bingung," tanyaku ragu.
"Emang Muti gak cerita sama kamu?" Tanya Kak Syafiq yang semakin membuatku bingung.
"Cerita? Enggak tuh," jawabku.
"Tadi Muti cerita kesan-kesan kamu waktu ngeliat kakak kemarin dimasjid. Dan, jujur aja, kakak juga ngerasain kok apa yang kamu rasain waktu pertama ngeliat kamu kemarin," Kata Kak Syafiq menjelaskan.
"Sekarang, langsung aja ya ke intinya. Kakak mau tanya sama kamu, kamu suka sama kakak?" Lanjut Kak Syafiq.
Ya Allah.. Pertanyaan Kak Syafiq kali ini hampir membuat jantungku berhenti berdetak. Ada apa sebenarnya? Ya Allah apa yang harus aku jawab?
"Maaf kak sebelumnya, kenapa ya, kakak kok nanyanya gitu? Aku bener-bener gak ngerti maksud kakak," kataku polos.
"Bukan apa-apa, Qil. Kakak cuma gak mau kamu berharap lebih sama kakak dan akhirnya kamu kecewa sama kakak. Makanya kakak nanya gini ke kamu. Gak ada maksud apa-apa," kata Kak Syafiq .
"Kecewa? Kakak udah punya pacar? Maaf kak kalau kehadiran aku ganggu kakak. Tapi, aku cuma ikutin hati kecil aku aja," kataku.
"Bukan, kakak belum punya pacar kok. Kamu udah tau kan dari Muti kalau kakak mau lanjutin S2 di Jerman? Nah, itu tinggal tiga bulan lagi. Kakak gak mau kalau misalnya nanti kita semakin deket dan kamu berharap lebih sama kakak, kamu bakal kehilangan kakak waktu kakak ke Jerman nanti. Dan kamu kira kakak cuma ngasih harapan palsu aja ke kamu. Kakak gak mau, Qil," jelas Kak Syafiq.
"Kak, aku ngerti maksud kakak. Mungkin perasaan aku yang salah ke kakak. Aku baru kenal sama kakak, tapi aku udah buat kakak mungkin kecewa sama aku. Maafin aku ya," kataku.
"Aqilla, jangan pernah salahin perasaan. Perasaan datang dari hati yang tulus. Kamu gak salah, buat apa minta maaf? Justru kakak yang minta maaf sama kamu," kata Kak Syafiq lembut.
"Yaudah kak, kita sama-sama ngerti aja ya," kataku.
"Iya Aqilla. Tapi, kamu jangan khawatir, kita kan masih bisa temenan. Kamu kalau butuh apa-apa bilang aja sama kakak. Jangan malu-malu. Ohya, kamu cantik, manis, imut. Kakak suka," kata Kak Syafiq sambil tersenyum.
"Hehe, makasih kak," jawabku tersipu.
Setelah obrolan itu, aku dan Kak Syafiq sudah tidak canggung lagi berdekatan. Kita sudah sangat akrab. Aku menganggap Kak Syafiq seperti kakak kandungku sendiri, begitupun sebaliknya. Kini, Kak Syafiq sudah pindah ke Jerman sejak sebulan yang lalu. Meskipun begitu, aku masih bisa berkomunikasi dengannya lewat skype. Kak Syafiq bilang kepadaku, kalau nanti dia pulang ke Indonesia setelah lulus nanti dia akan langsung menemuiku. Terima kasih ya Allah telah mempertemukan aku dengan sosok seperti Kak Syafiq. Sosok yang beberapa bulan terakhir ini selalu jadi inspirasiku.
Cerita kita akan selalu ku kenang
Cerita tentang kau dan aku
Kau dan aku yang masih ragu
Untuk meyakinkan hati bahwa ini cinta
Komentar
Posting Komentar